Agama Sumber Atau Solusi Konflik; Bedah Buku Karya Dr. Iman Fadhilah

SEMARANG, pcnukotasemarang.com – Di era disrupsi informasi seperti saat ini, provokasi berbau agama yang bisa menimbulkan perpecahan adalah sebuah ancaman yang perlu diwaspadai. Jika sebagian orang menganggap ‘kesucian’ agama perlu dibela mati-matian dengan pertumpahan darah, sebagian yang lain menganggap bahwa agama adalah biang keladi perpecahan bahkan perusak keharmonisan.
Menanggapi gal tersebut, Dr. Iman Fadhilah membuat sebuah tulisan ilmiyah berjudul “Menjadi Pendamai yang Relijius” yang diangkat dari disertasinya. Dengan meneliti pola resolusi konflik yang dilakukan (Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) ini memandang bahwa agama memiliki dua sisi; yaitu sebagai sumber perdamaian dan pemicu konflik, tergantung bagaimana cara pandang umat.
“Agama bisa menjadi pemersatu, tetapi bisa menjadi pemicu konflik, tergantung bagaimana tingkat pemahaman agama umatnya serta fanatisme yang dimilikinya,” ujar Iman Fadhilah dalam agenda bedah buku “Menjadi Pendamai Yang Religius” di Lt 6 Gedung Rektorat Unwahas pada Rabu sore (20/4/2022).
Pada bedah buku yang dihadiri oleh Prof. Dr. Pdt. John Titaley selaku Guru Besar Universitas Kristern Maluku Utara tersebut, Iman menjelaskan seringkali umat beragama salah kaprah dalam memahami cita-cita agamanya. Sehingga, menurut Iman, cara-cara kekerasan untuk membela agama sering dilakukan.
Semisal penolakan pembangunan rumah ibadah bagi umat agama yang berbeda, penolakan pemakaman, dan lain sebagainya.
“Ternyata pada prakteknya ada ketidaksesuaian dengan cita-cita ideal agama. Maka atas konflik-konflik agama di beberapa daerah di Jateng diperlukan resolusi konflik,” ungkap Iman.
“Melihat upaya apa menciptakan resolusi konflik yang bersandar pada nilai-nilai agama. Sementara yang kedua melihat agama bagian dari konflik. Nah dua pandangan ini saling beririsan,” tukasnya.
Iman mencoba meyakinkan bahwa tidak semua konflik berasal dari agama. Sebaliknya, Iman menegaskan semestinya agama mampu menjadi pemecahan permasalahan konflik itu sendiri.
“Ide besar dari gagasan ini (buku Menjadi Pendamai Yang Religius) bahwa tidak semua konflik berasal dari agama. Namun sebaliknya semestinya agama bisa menjadi solusi bagi konflil itu sendiri,” jelasnya.
KH. Taslim Sahlan selaku Ketua FKUB Jawa Tengah yang menjadi pembanding dalam bedah buku tersebut mengatakan selama ini, konsep deradikalisasi yang menjadi ujung tombak program anti terorisme dan kontra intoleransi belum menunjukkan hasil maksimal. Dia melihat intoleransi masih perlu ditekan lagi, justru dengan mendorong pendalaman ilmu agama di masing-masing umat beragama.
Taslim menyebutnya sebagai restorasi umat beraga, di mana masing-masing agama bertanggungjawab atas umatnya dan bertanggungjawab pula mendidik umatnya. Selain itu, upaya-upaya massif untuk saling mengenalkan dan mengenali perbedaan agama juga perlu untuk terus digalakkan.
“Terapi yang ditawarkan oleh kita adalah deradikalisasi, tapi sembuhkah kita? Ada sekenario yang kita tawarkan yaitu restorasi umat beragama dan reformasi umat beragama,” jelas Taslim dalam pemaparannya.
Taslim sendiri mengatakan bahwa pihaknya saat ini bekerjasama dengan Wahid Foundation dalam menggelar program sekolah damai.
“Kita bekerjasama dengan Wahid Foundation untuk menggelar lima program sekolah damai dan saya ditunjuk sebagai Ketua Pokja ini,” ujarnua.
Dalam acara ini, hadir pula Direktur Centre of Religion for Moderation Studies (CRMS), Dr. Teddy Kholiluddin sebagai moderator.