Menilik Perjuangan Rasul, Masihkah Perlu Dalil untuk Memujinya?

Artikel Opini
Oleh : Tika Pratiwi
Mahasiswa Jurnalistik UIN Walisongo Semarang
“Allahumma sholli wassalim wabaarik ‘alaih wa ‘alaa alaih” sholawat-an adalah budaya masyarakat Indonesia di bulan Rabi’ul Awwal yang dilaksanakan di mushola atau masjid, masyarakat Indonesia berlomba-lomba memperdengarkan syair dan suara terbaik setiap usai shalat Maghrib namun di tengah euforia budaya sholawat tersebut apakah kalian pernah mendengar atau membaca pertanyaan tentang apakah dalil Sholawat?
Apakah Nabi Muhammad menganjurkan umat muslim untuk bersholawat dan memujinya seperti halnya berzikir kepada Allah? Beberapa pertanyaan sederhana dan menggelitik membuat saya berpikir, apakah masih dibutuhkan dalil atau alasan untuk menunjukkan cinta kepada pejuang peradaban?, pantaskah bertanya sebuah alasan tentang mengapa kita sebagai umat muslim harus memuji Nabi Muhammad, sedangkan perjuangan beliau dalam menegakkan agama Islam sungguh tidak mudah? Sebelum bertanya lebih lanjut perlu diketahui bahwa Rabi’ul Awwal merupakan bulan kelahiran Rasulullah Muhammad SAW, sehingga mayoritas umat muslim di Indonesia khususnya Jawa menyambut dengan suka cita yaitu memperbanyak memuji nabi Muhammad.
Dalam kitab tafsir kairo nur alyaqin fi shirat sayyid al mursalin Nabi Muhammad lahir sudah menjadi yatim, ibunya meninggal semenjak Muhammad umur 6 tahun, kemudian beliau hidup dengan kakeknya, namun tidak berlangsung lama kakeknya meninggal dunia, kemudian beliau ikut pamannya dan menjadi penggembala domba, sejak kecil hidup Muhammad sudah dipenuhi perjuangan untuk bertahan hidup.
Kemudian di usia remaja Nabi Muhammad berdagang, akibat kejujurannya dalam berdagang seorang saudagar kaya Khadijah terkesima dengan Muhammad muda, kemudian Muhammad menikah di usia 25 tahun dengan Khadijah.
Pada tanggal 27 Rajab tahun 610 M, Rasulullah saw saat itu berusia 40 tahun diutus menjadi rasul. Perjuangan untuk menegakkan agama Islam dimulai, dakwah pertama kali dilakukan secara sembunyi-sembunyi hanya sebatas lingkup kerabat terdekat, namun tidak ayal ternyata paman Muhammad yang bernama Abu Lahab beserta istrinya memusuhi Nabi sampai kekejamannya terhadap nabi di abadikan didalam Alqur’an juz 30 surat Al Lahab.
Setelah melewati itu, nabi di perintah oleh Allah untuk melaksanakan tugas dakwah secara terang-terangan, namun tidak mudah melunakkan kaum Qurays makkah, seperti peristiwa nabi yang di lempari kotoran ketika menuju masjid, hal itu merupakan protes kaum Qurays ketika menolak dakwah nabi, hanya berkisar kurang lebih 8 orang yang menerima dakwah nabi di kota makkah, karena kekejaman yang di tunjukkan masyarakat makkah kepada nabi dan pengikutnya menjadikan alasan untuk nabi memutuskan berhijrah dari kota makkah ke Habasiyah, tetapi juga mendapat penolakan kemudian ke kota Thaif, di kota Thaif nabi dan pengikutnya juga mendapat penolakan yang sama, kemudian dilanjut ke Kota Madinah, di sana mendapati kaum Ansor yang menerima dengan senang hati, dan kemudian perjalanan dakwah nabi semakin diberikan kemudahan oleh Allah.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa Bulan Rabi’ul Awwal merupakan ajang untuk muhasabah diri, memperbaiki ibadah yang dilaksanakan setiap harinya apakah sudah sesuai dengan apa yang di praktikkan oleh rasul , kemudian apakah Akhlak terhadap sesama manusia sudah mencerminkan akhlak Rasul ketika menghadapi umat atau musuhnya. Melihat dari perjuangan Rasul mempertahankan agama Islam pada waktu itu, tentu saja umat muslim tidak membutuhkan alasan untuk selalu memuji Nabi Muhammad, sebab nikmat Islam yang telah kita miliki sekarang adalah berkat perjuangan Rasul dan Sahabatnya, ilmu dan teknologi yang telah berkembang saat ini juga sebab peradaban Islam yang waktu itu di perjuangkan, sehingga hal ini cukup menjadi sebuah alasan mendasar untuk memberikan ucapan terima kasih dan memberikan pujian kesempurnaan yang dimiliki karena telah mengantarkan Islam kepada umat saat ini.